Hai Sahabat Mamah, kali ini Saya ingin menumpahkan sejenak isi kepala yang dari dulu hanya menjadi draft belaka. Sebelumnya mari dibaca dengan hati senang dan tenang ya, tanpa tendesius ke pihak manapun. Jika ada yang ga sreg, mari bertukar pikiran di kolom komentar!
Perempuan tentu sangat
lekat dengan aktivitas domestik. Dahulu perempuan dianggap hanya bisa
menyelesaikan peran di rumah tangga seperti memasak, mencuci dan menyetrika
pakaian. Perempuan dianggap tidak bisa berkontribusi aktif di luar rumah karena
selalu dikonotasikan sebagai manusia pekerja domestik/homemaker bahkan sebelum
mereka lahir. Hal itu kemudian menjadi
budaya dan adat istiadat.
Ada juga bagaimana sejarah bagaimana perempuan diperlakukan, hal ini dimuat di salah satu bukuKarangan Nasaruddin Umar yang berjudul "Mendekati Tuhan dengan Kualitas Feminim". Kebetulan teman saya membuat resensinya di sini.
Teringat saya ketika pergi ke Belitung bulan Februari
lalu, kala itu Saya, Suami dan anak-anak sedang menunggu di kantin Bandara
Hanandjoeddin karena pesawat kami delay 4 jam. Kala itu ketika kami duduk ada
seorang Bapak tua yang menghampiri kami, ia menjajakan jualannya. Di dalam satu
kantung plastik berwarna hitam berisi kue beranekaragam ada kue coklat, semacam
lontong tapi berbahan dasar ketan saya lupa apa namanya dan beberapa kerupuk
tradisional. Singkat cerita setelah kami membeli beberapa jualannya, saya
mengobrol sebentar dengan beliau. Dengan bahasa daerah yang kental juga
artikulasi yang tidak begitu jelas karena gigi beliau tinggal sedikit, membuat
saya berkali-kali bertanya dengan hal yang sama.
Baca juga : Satu Hari di Pulau Belitung
Ada satu hal yang membuat saya
teringat-ingat ketika saya menanyakan kondisi anak-anaknya. Bapak tersebut ke Bandara
Belitung setiap hari meski rumahnya jauh dari Bandara dan harus menempuh
puluhan kilometer. Semua makanan yang dijualnya dibuat dibantu istri dan
anak-anaknya. Lalu saya bertanya anak-anak Bapak bekerja apa?
“anak
saya perempuan, bisa kerja apa? paling hanya di rumah”
Blass
Saya ketika mendengar kalimat itu. Meski
tahun sudah 2020 masih saja yang melekatkan perempuan hanya dengan “sumur,
dapur, kasur”.
Stigma
lama bahwa perempuan dianggap tidak pantas memimpin dalam pekerjaan. Karena dinilai
sebagai makhluk yang terlalu menggunakan perasaan dan sulit mengambil keputusan
dengan bijak. Tetapi kini kita bisa merasakan kehadiran perempuan di berbagai sektor
kehidupan publik. Belasan tahun terakhir kiprah perempuan di ranah produktif
makin mencuat mulai dengan sektor pemerintahan dan swasta.
Semua
lini telah dapat mengandalkan perempuan sebagai sumber daya manusia yang
produktif dan andal. Mulai dari bidang ekonomi, sosial, politik hingga agama.
Bahkan untuk para perempuan kaum rebahan alias Ibu yang stay at home bisa melampiaskan kemampuan menulisnya dalam meng-influence dunia maya. Bergabung dengan komunitas
salah satunya dengan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Dan jika kita menengok sirah nabawiyah, bagaimana
ibunda kita Khadijah binti Khuwailid yang sukses di ranah domestik maupun publik
sebagai pengusaha.
Jika
menilik alasan mengapa setiap Perempuan khususnya Ibu aktif di ranah publik tentu
tidak akan ada habisnya. Berikut beberapa alasan perempuan mengapa Ia melakukan
peran ganda di sektor domestik dan publik :
1. Aktualisasi Diri
Tempo
hari ada teman yang bertanya akan pendapat saya ketika dia di ujung
persimpangan ingin mencari pekerjaan, kemudian saya bertanya apa sebabnya ia
ingin mencari pekerjaan. Ternyata rasa minder berhadapan dengan kawan
seangkatan dan nyinyiran para lambe “moso lulusan S2 Cuma di rumah aja” membuat Ia merasa
malu karena hanya berkutat di ranah domestik.
kadang mulut manusia memang benar lebih tajam ya dari pisau ya.
Manneke
Budiman dalam Jurnal Perempuan Volume 18 No 1 berjudul “Bapak Rumah Tangga:
Menciptakan Kesetaraan atau Membangun Mitos Baru?” menyebutkan bahwa pekerjaan
domestik tidak pernah dianggap sebagai sebuah pekerjaan. Pekerjaan domestik
dianggap tidak menghasilkan uang dalam dimensi ekonomi sehingga membuat
pekerjaan domestik bukan menjadi bagian pekerjaan produktif. Saya teringat saat
proses ta’aruf dulu, senior saya yang memperkenalkan dengan suami pernah berkata
bahwa perempuan yang memutuskan berkerja buka semata-mata alasan ekonomi. Ada kalanya
mereka butuh ruang untuk bergerak mengaktualisasi dirinya.
Aktualisasi
diri artinya sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat
kita, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas kita. Manusia dapat mencapai
tingkat aktualisasi diri ini menjadi manuasia yang utuh dan mampu berkembang
sepenuh kemampuannya (Jaenudin, 2015). Artinya tiap orang memiliki
kecenderungan akan kebutuhan aktualisasi diri untuk mengembangkan seluruh
potensinya.
2. Mengembangkan Diri
Selain
adonan roti, diri juga perlu dikembangin Gaes biar ga bantet. Saat bekerja secara
tidak langsung perempuan akan mempelajari banyak hal yang sangat berguna untuk
pengembangan dirinya di masa depan. Keterampilan ini bisa mencakup banyak hal,
mulai dari manajemen waktu, komunikasi, negosiasi, hingga cara untuk berinteraksi
dengan orang lain.
3. Perintah Suami
Percaya
atau tidak, ada salah dua tiga bahkan lebih para perempuan yang merasa “terpaksa”
bekerja karena diminta oleh suami. Bukan karena mereka tidak mampu akan masalah
ekonomi, golongan ini nyata adanya dari beberapa sumber pertama yang bercerita
pada Mamah. Kebanyakan dari kaum pria merasa sayang dengan lembar ijazah istri
atau adanya tingkat kekhawatiran jika istrinya tiada pekerjaan di luar rumah.
Ada yang disambut baik oleh Istri, ada pula yang banyak mengalami setengah
keterpaksaan dalam menjalaninya.
4. Membantu Ekonomi Keluarga
Sebagai
kepala keluarga, suami memiliki tanggungjawab untuk memenuhi seluruh kebutuhan
anak dan istri. Namun, terkadang banyak kasus-kasus tertentu yang membuat
kerelaan seorang perempuan berperan ganda membantu ekonomi keluarga.
5. Menjadi Satu-satunya sumber ekonomi keluarga
Ada
di antara kita yang memang harus berjuang sendiri sebagai pemasok pundi-pundi
keluarga.
Sesungguhnya
di antara 5 alasan tersebut tidak serta merta berdiri sendiri, alasan-alasan
tersebut bisa saling berkaitan. Dan semua individu pasti punya pertimbangannya
masing-masing. Apapun alasannya itu Gaes, Perempuan, seorang Ibu baiknya sudah berpikir
secara holistic mengapa mereka bekerja. Dan Kita sebagai makhluk sosial apalagi seorang Muslim khususnya perempuan sewajarnya kita saling menguatkan dan memberi support satu sama lain ya. Sekali lagi dibacanya sambil selow dan
hati senang ya, hehe.
Dalam
masa penuh cobaan di tengah wabah COVID-19 ini tentu tantangan dirasakan dari
berbagai aspek. Bagi para Ayah yang terbiasa bekerja di perkantoran, harus
beradaptasi untuk mengkondisikan bekerja di rumah. Untuk para Ibu yang terbiasa
mengantarkan anaknya ke sekolah pun harus beradaptasi menemani buah hatinya belajar
jarak jauh di rumah. Bagi perempuan yang memiliki peran ganda tentu memiliki
kesulitan tersendiri. Peran perempuan pekerja dalam masa COVID-19 ini antara
lain:
1. Sebagai
Guru
Ketika
Bapak dan Ibu Guru yang nun jauh di sana memberikan video pembelajaran untuk
anak muridnya di rumah, ada sesosok makhluk yang berusaha lembut menjelaskan
isi video dan membantu murid tersebut mengerjakan tugas-tugas tersebut. Siapa lagi
kalau bukan Ibu? Meski didera pekerjaan kantor yang dibawa ke rumah tidak
sedikit, para Ibu ini juga harus membagi waktunya demi membantu putra-putri
tercintanya.
2. Sebagai
Koki
Meski
bagian memasak tidak aneh untuk para Ibu, namun di masa wabah corona seperti
ini. Kemampuan Ibu tentang memasak mau tidak mau semakin terasah, bagaimana
tidak sekarang suami dan anak-anak makan 3x sehari di rumah. Kita pun yang
terbiasa memesan makanan online tentu agak was-was dan memilih menjadi masterchef
dadakan di rumah,
3. Sebagai
Penenang
Pernah
dengar ungkapan jantungnya rumah tangga terletak pada Ibu? Saya rasa itu benar
ketika sang Ibu tenang maka otomatis keluarga tersebut jauh lebih tenang
menghadapi ombak seperti apapun jua.
Nah
itu saja curhatan isi kepala Mamah kali ini, bagaimana dengan sahabat semua? Apa
setuju bahwa sebagai perempuan pekerja bisa berperan demikian? Atau ada yang
terlewat ya, yuk berbagi cerita di kolom komentar.
Salam,
Iya, selalu ada alasan yang mendasari setiap keputusan. Beberapa temanku banyak yang masih bekerja karena memang disuruh suaminya. Keduanya sepakat untuk mewujudkan mimpi bareng dengan sama-sama kerja. Katanya biar sama-sama punya andil. Jadi ga serta merta bisa dibilang istrinya ngga betah di rumah lah. Atau bukan istri idaman. Duh, lambe turah sama lambe nyinyir emang suka bikin gemas
BalasHapusBetul Mbak Ipeh pasti banyak aspek yang membuat sesorang mengambil keputusan. Kalau dgr kata orang emg ga ada habisnya yaa
HapusPokoknya di rumah itu jadi ibu, jadi istri, jadi guru, jadi koki, jadi menteri keuangan, jadi seksi kebersihan dll. Semuaaaaa. Nah kalau ditambah lagi dengan profesi kerja kantoran, huaaa makin ajib bagi waktunya. Salut deh buat semua perempuan yang luar biasa
BalasHapusSalut deh sengan ibu bekerja. Mereka itu hebat karena andil di dua bagian. Rumah dan pekerjaan. Eh btw pekerjaan domestik itu pekerjaan rumah kan ya? Kurang paham 😂
BalasHapusIya pekerjaan domestik tuh bahasa lainnya pekerjaan rumah tangga hehe
HapusTambahan lagi nih, peran penting ibu atau perempuan saat sekarang.yakni tukang bersih-bersih, mereka harus memastikan seluruh isi rumah bersih klo perlu supaya diberi desinfektan setiap hari terhindar dari Cofid19
BalasHapuswkwkwk bener banget mas
HapusPokoknya kita harus siap jadi emak palu gada, apa mau lu gw ada. Hehehe. Tetap semangat emak-emak semuanya.
BalasHapusbenerr mbak mute, emak adalah makhluk multiperan multitasking
HapusAku nyarankan istri kerja biar ga suntuk and bersosialisasi. Tp ga maksa sih. Kl dapat penghasilan, itu pun unt dia. Tp kerjanya terima jahitan atau buat jilbab n tas, sementara masih di rumah hehe
BalasHapussenangnya work from home yaa
HapusJadi ibu itu emang multitasking ya, harus serba bisa semuanya.
BalasHapusSelalu bangga dengan ibu yang berkarier tapi masih bisa ngurusin anak dan suami (bawain bekel, nyiapin keperluan sekolah anak, dll). Bangga juga dengan ibu yang magister tapi memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Karna ibu dari temen aku dia lulusan S2 Arsitektur tapi memilih jadi ibu rumah tangga dan semua mainan anaknya ia sendiri yang buat. So, semua pilihan itu tidak salah, pasti ada hikmahnya masing-masing
BalasHapussemua pasti ada hikmahnya ya mbak
Hapusitulah hebatnya seorang ibu... bisa menjadi menteri dalam negeri dan juga bisa menjadi menteri luar negeri. Makanya jangan remehin wanita, kalo sudah beraksi, kelar hidup lo ! ha ha
BalasHapusApapun pilihannya, menjadi ibu rumah tangga ataupun ibu yang bekerja. Semuanya adalah pilihan yang hebat dan luar biasa...
BalasHapusPokoknya karena perempuan, segala kerjaan di rumah dapat terselesaikan dengan baik.
BalasHapusDi kondisi wabah Corona pun, wanita tetap melakukan tugasnya sebagai ibu rumahtangga dengan sukarela membantu suami mengerjakan pekerjaan di rumah.
Pokoknya saya sebagai laki-laki merasa iri dengan kerajinan dan keuletan sosok perempuan di rumah. Seperti ibu dan istri saya
Kalau bekerja at home semisalnya bisnis online menurut mbak bagaimana?
BalasHapusyang penting work from heart Koh. menarik buat dibahas di postingan selanjutnya hehe
HapusSaya lahir di keluarga yang mana para perempuannya adalah sosok-sosok pekerja keras.
BalasHapusPerempuan bisa menjadi sosok yang memiliki double job bisa jadi karena dalam hal multitasking, perempuan adalah jagoannya
Aku malah nggak bisa bikin adonan roti mbak. Kebiasaan sejak kecil yang membereskan urusan rumah adalah ibu dan kakak-kakak, sementara oleh bapak, saya hanya di suruh untuk belajar, belajar dan belajar. Akhirnya setelah menikah dan menempati rumah sendiri, gagap dengan pekerjaan rumah tangga. Untung suami terampil urusan kerjaan rumah tangga dan mau sabar membimbing dan mengajari saya. Jadi memang harus seimbang dalam mendidik anak, harus bisa kerjaan di dalam dan diluar rumah
BalasHapusIya Mbak..sekarang tugas kita belajar dari pengalaman supaya generasi selanjut kita lebih sigap dalam lifeskills ya Mbak
HapusSaya terbiasa di rumah mengurus anak-anak mba. Tapi covid 19 ini memaksa saya menjadi ekstra bekerja lagi di rumah. Kadang titik emosi saya menjadi gak jelas. Kadang saya jadi berfikir, lah saya yang biasa di rumah aja sering kebablasan emosinya. Gimana yang terbiasa kerja di luar dan memiliki tugas bertambah karena WFH. Mhhh akhirnya banyak menarik nafas biar tenang
BalasHapusIbu sosok yang bisa jadi apapun. Sosok yang sangat hebat. Penentu arah keluarga
BalasHapusKalau ssya melihatnya dari sisi lain kak... berarti itu bapak belum tersentuh pendidikan dan informasi yang lebih baik mengenai edukasi kaum perempuan...bahwa saat ini perempuan juga sudah bisa menjadi astrounot loh...
BalasHapusNomor 3 perintah dari suami itu sebenarnya fifty-fifty. Suami biasanya juga menanyakan pendapat kita dulu kan? Kalau saya bukan kerja tapi ada toko . Bilang suami itu toko 2 nganggur mau disewakan atau dipakai usaha sendiri? Karena saya lebih banyak mikir untung ruginya better dipakai usaha sendiri dong pastinya. tapi dengan situasi yang seperti saat ini dia menyesalkan keputusan sendiri deh hehehehe
BalasHapusStigma "kuno" terhadap fungsi perempuan itu harusnya udah gak dipakai lagi ya Mbak, tapi perempuan juga jangan lupa sama kodratnya, menuntut hak itu boleh, tapi tidak boleh kebablasan pengen disetarakan di semua sektor dengan lelaki. Karena bagaimana pun masing-masing kita punya tupoksi masing-masing. Dan perempuan, khususnya ibu, menjadi pekerja paling sibuk di tengah wabah Covid 19 ini
BalasHapusnamanya perempuan yang emang sudah di judge untuk di rumah aja, gak usah kerja. kadang itu tergantung juga sih ya sama masing-masing keluarga di rumah. jika suami pun mengijinkan tentu tak apa wanita bekerja. apalagi seperti dokter, perawat, guru itu penting harus ada perempuan. kalo enggak, kita perempuan yang sakit bingung kalo gak ada yang perempuan dokter dan perawatnya. hihi. semoga pandemi ini segera berakhir dan dimudahkan para perempuan pekerja di luar sana untuk bisa terus berkarya. aamiin
BalasHapusPerempuan harus punya skill multitasking yg bisa dikeluarkan kemampuannya pd situasi darurat atau kondisi apapun. Betul sekali jantungnya ketenteaman rumah tangga ada di.ibu/istri (perempuan) karena dia yg mengendalikan jln nya operasional rumah tangga mulai dari urusan dapur sampai pengaturan keuangan. Semangat ya mbak
BalasHapusSaat wabah covid-19 ini memang perempuan bertambah tugasnya yah. Teman saya pun banyak yang cerita selama masih pandemi ini makin sibuk. Apalagi sudah bekerja di luar yang harus dibawa ke rumah ditambah lagi anaknya mau belajar. Saya yang memang masih single mungkin tidak terlalu berat untuk mengerjakan tugas sebagai perempuan saat ini.
BalasHapusPerempuan itu multitasking yang ga bisa dimiliki kaum laki2, kadang capek dia ga kasih liat bisa dia tutupi. Aku ga bisa masak apalagi adonan roti , aduhh gimana nanti pas nikah ya wkwkwk.semangat buat para perempuan jadilah mandiri,bahagia dan berguna buat orang lain
BalasHapussetuju banget kalau ibu itu jantungnya rumah. segala peran ibu tak akan tergantikan. tulisan ini menggugah saya sebagai seorang ibu dan istri. thanks kakak
BalasHapusKeputusan utk bekerja memang harus benar2 dibicarakan. Karena kebutuhan keluarga yg tau kan pasangan juga. Kalau ak memilih bekerja krn ingin punya kesibukan. Tentu aja walau bekerja, kewajiban seorang istri dan ibu jgn sampe terlewat
BalasHapusBeruntungnya perempuan yang lahir dan besar di lingkungan yg paham kesetaraan kesempatan berkarya bagi perempuan dan laki - laki. Ia punya kesempatan dan peluang luas untuk mengaktualisasikan dirinya. Perempuan2 inilah yang bisa menyelamatkan perempuan2 lain dari keterkungkungan.
BalasHapusSangat disayangkan ya jika masih ada orangtua yg berpikiran kl anaknya hanya kerja kerjaan di kasur sumur dan dapur aja, hal seperti ini yg saya khawstirkan. Padahal perempuan jg harus punya keahlian dan pekerjaan
BalasHapusketika sang Ibu tenang maka otomatis keluarga tersebut jauh lebih tenang ==> Nah ini benar. Apalagi saat ibu marah atau jengkel. Remuk semua aktivitas di rumah. ahahaha.
BalasHapusSekarang masalah mengenai ini menjadi semakin kompleks ya, di satu sisi ada orang yang menganggap perempuan itu harus di rumah aja gak bisa kerja, ada juga perempuan yang merasa terkekang di rumah aja karena disuruh seperti itu, di sisi lain ada yang tertekan ingin di rumah aja ketika dinyinyiran kuliah tinggi kok di rumah aja atau suaminya yang memaksanya bekerja karena merasa sayang dengan ijazah.
BalasHapusIni lebih ke pilihan sih menurutku, tidak ada yang salah dengan ibu rumah tangga ataupun ibu pekerja, yang penting kita yakin dengan pilihan kita yang didiskusikan dengan pasangan
Sebelum menikah aku juga kerja, lalu off karena menikah dan punya anak. Sekarang balik kerja lagi bantuin suami, karena kebetulan basic kuliahku bidang yang sama dengan kerjaan suami. Sekarang kesempatan perempuan lebih luas dengan kemajuan teknologi.
BalasHapusPerempuan itu punya andil besar juga lo ternyata mbak ina dalam sektor apapun, oleh sebab itu perempuan memang dijuluki multitasking. Tidak dirumah atau dimasyarakat. Salut sama perempuan yang bekerja diluar rumah ataupun bekerja didalam rumah. Semuanya mempunyai pilihan masing²
BalasHapus