Bulan Ramadan, bulan penuh ceramah ya. Ingat ga dulu ketika kita masih duduk di sekolah dasar? diberikan buku Ramadan yang setiap hari harus kita kerjakan mulai dari checklist ibadah dan ceramah harian.
Ceramah pada dasarnya adalah sebuah nasehat kebenaran yang kita yakini. Hal ini ada kaitannya mengenai adab menasehati seseorang tanpa melukai. Belum lama in aku mendengarkan kisah dari seseorang yang diberikan nasihat mengenai salah satu keputusannya. Memang tiada yang salah dengan isi dari nasihatnya, kebenaran versinya yang ia lemparkan. Namun, caranya itulah yang membuat kisah ini menjadi panjang.
Saling menasihati sesama Muslim memang dianjurkan dalam agama kita. Sikap ini salah satu sikap positif serta adab seorang Muslim dalam menjalankan kehidupan agamanya.
Imam an-Nawawi pernah menyampaikan:
“Apabila dia meminta nasehat darimu, maka wajib bagimu untuk menasehatinya, jangan hanya mencari muka di hadapannya, jangan pula menipunya, dan janganlah kamu menahan diri untuk menerangkan nasehat kepadanya” (Syarh Muslim [7/295] asy-Syamilah)
Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nasihat wajib diberikan jika Muslim lain memintanya. Jika tidak, maka sebaiknya kita tidak memberikan nasihat tersebut.
Pada hakikatnya, nasihat adalah bentuk kepedulian dan rasa cinta seorang Muslim kepada saudaranya. Sebab kita tidak mau saudaranya terjerat dalam lubang dosa dan kekhilafan yang jauh dari ajaran agama.
Namun, perlu diingatkan bahwa Allah juga mengatur loh cara menasihati kepada sesama muslim. Jadi, ada adab menasehati dalam Islam yang harus diperhatikan. Jangan samapai kita menasihati malah melukai hati saudara saudari kita.
Menasihati Tanpa Menghakimi
Rasanya sulit kalau menilai hati manusia. Baik dari pengirim pesan nasihatnya yang memang berniat melukai hati sang penerima, atau sang penerima nasihat yang sensi alias baper atau lagi mudah terluka? Tapii, jika teman-teman dalam posisi ingin mengingatkan saudara kita dalam kebaikan ingatlah ada adab untuk memberitahu mereka. Sekalipun yang kita beritahu syurga Allah sekalipun.
Adab merupakan kunci dari semua kebaikan. Karena itu, orang yang tidak memuliakan adab akan terhalang untuk meraih kebaikan dan orang yang meremehkan adab akan diliputi oleh keburukan.
Dianjurkan bagi setiap Muslim untuk memerhatikan adab saat menasehati saudaranya. Adab menasihati ini telah dicontohkan oleh Rasulullah sallahu alaihi wassalam sejak dulu kala. Akupun mendengarnya kembali dalam potongan video pendek dari Yufid TV.
baca juga: Yuk, Cari Tahu Lumbung Pahala Wanita di Bulan Ramadhan
Luruskan Niat Untuk Mengharap Ridho Allah
Ikhlas dalam menasihati. Hal yang kita lupakan ketika berlomba menyiarkan kebaikan adalah meluruskan kembali niat untuk apa kita melakukan hal tersebut. Pastikan sebagai seorang muslim kita ingin menasihati saudara kita tanpa mengharap apa-apa. Karena ridho Allah adalah hal yang utama. Jangan sampai kita merasa paling tahu dan paling jumawa. Begitupun jadi pengingat diri ini. Jangan sampai artikel ini terbit bukan untuk mengharap Ridho Allah., bukan sekadar terlihat lebih baik apalagi mengharap pujian.
Memberikan Nasihat dengan Cara yang Baik
Semua hal yang disampaikan dengan cara baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula, begitu pun dengan memberikan nasihat. Kebayang ga, kalau nasihat kita ibaratin permata yang indah. Kita hendak kasih ke saudara kita tapi malah dengan cara dilempar, kira-kira mereka mau ga nerimanya?
“maulah, kan berlian?!”
hahaha. Jadi hindari menasihati dengan nada kasar apalagi kata-kata kasar.
Hendaknya kita sebagai seorang Muslim menyampaikan nasihat dengan cara yang lembut yang baik, lembut dan sopan. Jangan lupa untuk memperhatikan sang penerimanya juga, sehingga bisa memberi pengaruh pada orang yang dinasihatinya. Allah Ta’ala berfirman dalam surat An-Nahl ayat 25 yang artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
Gunakan Diksi yang Baik dan Lembut
Dalam menyampaikan nasihat hendaknya menggunakan kata-kata yang baik, yaitu kata-kata yang penuh kelembutan dan hikmah. Gunakan diksi atau pilihan kata yang baik dan lembut. Kita bisa simak bagaimana Allah Ta’ala perintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam ketika akan memberi nasehat kepada Fir’aun, Allah berfirman dalam surat Thaha ayat 44:
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
“Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut kepada Allah”
Padahal kan kita tahu bagaiman kelakuan Fir’aun yang jelas kekafirannya dan kezalimannya. Bahkan ia mengatakan: “Aku adalah Tuhan kalian yang Maha Tinggi”. Namun tetap diperintahkan untuk memberi nasihat yang lemah lembut. Maka, apalagi kalau kita berikan nasihat kepada seorang Muslim yang beriman kepada Allah?
Nasihati Secara Rahasia
Jangan memberikan nasihat di depan orang banyak. Berikan nasihat secara rahasia. Jika ingin mengungkapkan di depan forum, jangan sebut nama. Selain bisa mempermalukan orang yang diberi nasihat, hal ini juga bisa memperburuk keadaan. Seorang Muslim hendaknya memberi nasihat secara diam-diam agar tetap terjaga rahasia permasalahanya.
Sampaikan Sesuai Kadarnya
Adakalanya menahan pengetahuan didahulukan apabila penyampaiannya justru akan menyebabkan orang meninggalkan kebenaran dan berhenti melakukan kebaikan.
I means, seperti perkataan ustad Fauzil Adhim di antara sebabnya kerusakan iman pada manusia dan terguncangnya hati orang yang belum kokoh keyakinannya adalah perkataan yang seakan akan lahir dari tingginya kemakrifat. Padahal, kita juga berlindung pada Allah ya siapa yang benar atau salah.
Boleh jadi apa yang disampaikan merupakan kebenaran, sementara ia tahu bahwa seharusnya kalimat tersebut belum saatnya dikemukakan karena kurangnya pemahaman dari yang mendengarkan. Namun, ia bersikukuh menyampaikan semata agar orang melihat tingginya ilmu yang ada pada dirinya.
Orang yang telah mencapai makrifatulllah tidak akan berbicara kecuali dengan apa yang sekiranya disampaikan menyebabkan manusia mendustakan Allah dan Rasulnya meskipun itu merupakan kebenaran.
Ini bukan berarti memyembunyikan ilmu yaa…tetapi meletakkan pada tempat yang tepat dan menyempaikan sesuai dengan kadar pemahaman orang yang mendengar.
Analogi mudahnya, rasanya tidak mungkin kita berbicara dengan anak 2 tahun untuk menyampaikan pada mereka untuk segera sholat 5 waktu, puasa 30 hari ramadan karena wajib nanti kamu bisa masuk neraka jika tidak mengerjakannya. Konteksnya benar tapi waktunya ga tepat, anak belum baligh belum dihisabkan?
Semoga apa-apa yang disampaikan dalam artikel ini, bisa menjadi pengingat diri. Semoga Allah subhana wa ta’ala memberikan taufik untuk kita mengamalkannya.