Rekomendasi Buku Parenting yang Tidak Biasa : Happy Book for Happy Parent

Photo of author

By Shafira Adlina

review buku happy book for happy parentKali ini aku membagikan resensi sebuah buku parenting. Buku ini merupakan salah satu rekomendasi buku parenting di blog ini. Buku dengan judul Happy Book for Happy Parent: Langkah Menjadi Orang Tua Bahagia untuk Membesarkan Anak yang Bahagia.

Penulis buku ini juga berpengalaman, seorang psikolog anak dan coach training Aisya Yuhanida Noor.

Buku ini dikeluarkan pada tahun 2016, dengan jumlah halaman sebanyak 232. Nomer ISBN 9786020280288 dan Penerbit kenamaan Elex Media Komputindo.

Blurb :

Menjadi orang tua seringkali tidak semudah yang dibayangkan. Sudah melakukan yang terbaik pun terkadang hasilnya tidak sesuaidengan harapan. Bukan karena ilmu parenting yang dimiliki kurang banyak namun terkadang karena sebagai orang tua kita memang belum siap mempraktikkannya. Buku ini adalah buku yang dirancang khusus untuk mendampingi orang tua agar secara pribadi siap sebagai orang tua, melalui formula 3-Knya. Kenali diri secara utuh dan mendalam, Kelola emosi dengan bersih dari sampah emosi masa lalu, dan Komunika yang menjaga kelekatan dan kepercayaan anak.

Buku parenting ini sebetulnya sudah lama saya beli. Bukan karena belum mebaca buku ini, saya butuh waktu yang tidak sebentar untuk menuntaskan buku ini. Begitu banyak pengetahuan baru dan akhirnya saya baca beberapa kali untuk menyerapnya lebih dalam. Buku ini sedikit berbeda dari buku-buku parenting lainnya. Kebanyakan buku parenting banyak membahas bagaimana teknik-teknik parenting di lapangan. Buku ini lebih banyak membahas tentang diri kita sebagai orang tua, bukan tentang bagaimana cara mengasuh anak. Menarik bukan? Kenapa ya kita butuh pengetahuan tentang akan hal ini?

Baca juga : Rekomendasi Buku Parenting Terbaik

Ah Itu Cuma Teori, Praktiknya Susah!

Tidak sedikit orang tua yang akhirnya mengeluh dengan kata-kata tersebut. Tantangan dan masalah demi masalah terus muncul tiada henti, yang membuat banyak orang tua semakin tidak menikmati waktu yang harus dihabiskan dengan anak-anaknya.

Apalagi di zaman digital dengan internet cepat saat ini. Negitu banyak ilmu parenting yang bertebaran. Entah itu di sosial media, seperti Instagram dan tiktok ataupun situs-situs parenting. Belum lagi pengaruh dari para influencer, selebgram dan artis. Mereka memiiki gaya parentingnya masing-masing.

Jika kita mengenal diri dan keluarga kita, tentu akan mudah terpengaruh dan kebingungan mana “cara mengasuh” yang benar.

Tidak jarang bekal ilmu parenting yang didapatkan oleh orang tua tidak hanya dari browsing, bisa juga dengan membaca buku, mengikuti seminar, bahkan hasil konsultasi dengan psikolog. Namun, tidak jarang mereka tetap mengeluhkan betapa sulit untuk diterapkan ke anak.

Apa ilmu parentingnya salah?

Bukan, tentu bukan karena ilmu parentingnya salah, tapi karena kita sebagai orang tua belum siap mempraktikkannya.
“orang tua kadang tidak menyadari ia sudah menjadi sumber stress bagi anaknya”

Orang tua bahagia adalah orang tua yang nyaman menjalani perannya sebagai orang tua karena ia percaya dengan dirinya sendiri dan tidak reaktif menghadapi masalah sehingga pada akhirnya anak mau menjadikan orang tua sebagai tempat curhatnya.

Memang tidak ada jalan lain untuk membuat anak bahagia adalah dengan menjadi orang tua yang bahagia.

Profesi orang tua adalah profesi yang menantang, melelahkan sepanjang hidup. Apalagi skill menjadi orang tua ini sering tidak dipelajari atau didelegasikan dengan baik. Pada akhirnya kita sering meraba-raba dengan jurus coba-coba dan hasilnya membuat kita mudah tersulut emosi.

Di dalam buku ini membuat saya banyak belajar dan berkaca dari pola pengasuhan diri sendiri dan di sekitar saya. Ketika terjadi masalah dengan anak, ternyata terdapat bawaan emosi dari orang tuanya.

Jangan buru-buru menyalahkan anak. Karena sesungguhnya mereka sudah memberikan tanda-tanda. Cuma kita saja yang sebagai orang yang kurang menyadari bahasa cinta anak, bahasa tubuh mereka, dan cara-cara mereka menyampaikan emosi pada kita dengan baik menurut versinya.

Kita Adalah Orang Tua Terbaik Versi Allah

Di dalam buku ini juga sangat sistematis, di awali dengan pengantar dan prinsip happy parent yang sangat mengena. Kita juga diberi letupan semangat untuk optimis sebagai orang tua terbaik versi Allah. Tentu Allah menitipkan amanah anak pada kita karena yakin kita adalah orang tua terbaik untuk mereka. Itu adalah salah prinsip Happy Parent yang dijabarkan di buku Happy Book for Happy Parent.

Selain itu, ada kepercayaan anak terhadap orang tua tercipta dari kelekatan yang kuat. Penasaran dengan 2 prinsip lagi, baca di buku aslinya ya? Hehe.

review buku happy book for happy parent

Formula Happy ParentHood

Khas buku Bu Aisya Yuhanida adalah dilengkapi dengan langkah-langkah yang membuat kita bisa mengikutinya. Mulai dari Kenali diri, Kelola emosi dan Kelekatan.

#1. Kenali Diri

“Orang tua yang tidak kenal dengan dirinya sendiri akan lebih mungkin terjebak dalam upaya menjadi sempurna yang tidak berkesudahan atau mengabaikan dirinya sendiri”

Dalam sub-bab mengenal diri, bukan biodata ya yang dimaksud. Hal-hal yang penting untuk dikenali dalam diri seperti, apakah kebutuhan dasar diri yang masih belum terpenuhi? Karakter diri? Kekuatan dan kelemahan diri sebagai orang tua dan sebagainya. Di dalam sub bab ini juga dilengkapi contoh dari mengenal diri Bu Aisya sendiri.

Mengenal diri memang challenging tersendiri, saya sendiri juga sampai mengikuti sesi zoom bersama Bu Aisya dan Wiwik Wulansari untuk membahas subbab ini. Next, saya coba cerita di artikel tersendiri ya.

#2. Kelola Emosi

Formula yang kedua adalah Kelola emosi. Menjadi orang tua adalah sebuah perjalanan emosional seperti menaiki roaller coaster.segala emosi bisa secara cepat bergantian dirasakan, emosi bahagia dan sedih bisa bergantian dalam hitungan detik. Pasti teman-teman sebagai orang tua pernah merasakan beberapa kejadian emosi seperti ini.

  • Merasa dan menunjukkan emosi yang benar tapi pada intensitas yang salah, misalnya khawatir yang menurut kita benar tapi bereaksi berlebihan. Anak-anak sedang bermain pintu atau loncat-loncat, kita langsung berteriak “Nanti jatuh, nanti kejepit.” Apalagi dengan nada teriak atau mengancam. Saat itu memang rasa khawatir kita tidak salah, tapi justru berlebihan.
  • Merasakan emosi yang benar tapi kita menunjukkan dengan cara yang salah. Misalnya kemarahan yang kita anggap benar tapi kita malah mengambil jalan dengan cara berdiam diri yang sifatnya kontraproduktif dan kekanak-kanakan. Salah satu kisah nyata yang saya rasakan ketika dalam perjalanan dari Solo ke Jakarta dengan kereta, di belakang kami seorang anak kecil kisaran umur 5 tahun diberi gadget. Dengan paket internet cepat, sang anak mendapatkan tontonan tanpa batas karena suaranya hingga bangku duduk kami. Sang orang tua merasa bersalah sekaligus frustasi untuk menghentikan anaknya, yang terjadilah sang anak ditakuti-takuti dengan tontonan yang horror.
  • Merasa emosi yang salah bersamaan dan sulit dikendalikan. Misalnya kita merasakan takut namun setelah itu kita merasa bahwa seharusnya kita tidak merasa takut setelah itu.

#3. Kelekatan Anak

Kita akan lebih mudah mempercayai orang yang dekat dengan kita, dibandingkan orang yang tidak memiliki ikatan emosional apapun. Begitupun anak. Lekatlah dengannya, untuk bisa mendapatkan kepercayaan.

Pesan yang dalam pada bab ini, saya pun jadi bertanya-tanya apakah selama ini saya sudah mendengarkan anak? Atau sekadar mendengarnya? Temukan perbedaannya dalam tulisanku di artikel ini :

Mari Fokus Mendengarkan Anak, Bukan Hanya Mendengar

Sebuah penutup

Pesan lain yang saya tangkap dalam buku ini adalah bahwa menikah dan memiliki anak bukan sebuah perlombaan lari. Kita tidak sedang berlomba dengan siapa-siapa.

Setiap orang memiliki waktu dan kesiapan yang berbeda. Anak-anak kita juga bukan piala yang dipamer-pamerkan. Yang paling penting adalah kita punya kesadaran bahwa kitapun manusia biasa yang masih terus belajar.

Sama seperti anak-anak.

Selain itu, sebagai orang tua untuk berdamai dengan diri sendiri, mengenal diri dan menyelesaikan ambisi pribadi. Mengelola emosi diri dan pasangan lebih baik karena akan memancarkan kepada anak. Memahami pola pengasuhan sebelumnya, baik itu diri sendiri atau pasangan jauh lebih penting daripada hanya mengoleksi ilmu parenting.

Di dalam buku ini juga banyak langkah praktis dan pertanyaan yang membuat saya berkontemplasi.

Apakah pola pengasuhan kita sudah lebih baik dari beberapa bulan sebelumnya?

Apakah kita udah semakin peka dengan perubahan perilaku anak kita?

Apakah kita sama-sama sudah cleansing atau membereskan emosi negatif dengan pasangan? Sudahkah cukupkah ilmu parenting yang kita pelajari dan kita praktikkan bersama pasangan? Bagaimana improvementnya?

Dan apakah Allah ridho dengan yang kita lakukan pada anak-anak kita?

Terakhir selamat menjawab pertanyaan di atas dengan membaca buku ini. Selamat berlatih bersama ya, karena pengetahuan berbeda dengan ketrampilan jadi kita perlu mengulang-ulangnya setiap saat dalam praktik hidup kita. Happy reading happy parent.

Semoga bermanfaat, salam.

shafira adlina

17 thoughts on “Rekomendasi Buku Parenting yang Tidak Biasa : Happy Book for Happy Parent”

  1. Jadi pengin baca bukunya, Mbak. Biar bisa jadi orang tua yang baik saat menemani anak2 tumbuh nanti. Memang ya, kunci utama mesti kelola emosi biar semuanya bisa terkendali.

    Reply
  2. Menjadi orang tua memang nggak seindah yang dibayangkan ya, Mbak. Terkadang saya sering tersentuh mendengar cerita teman-teman tentang seribu satu macam problema rumah tangganya, termasuk soal buah hati. Baik lajang, menikah, hingga punya anak, ada masalahnya masing-masing.

    Reply
  3. ternyata jadi orang tua yang baik itu harus memadukan teori dan praktik sekaligus ya, nggak bisa fokus belajar teori doang baru praktik, karena praktik pun perlu banyak penyesuaian gitu…

    Reply
  4. Setujuuu banget orang tua yang bahagia adalah orang tua yang menjalani perannya dengan happy tanpa banyak tekanan sehingga emosinya bisa terjaga dan mengalirkan kebahagiaan itu pada anaknya.

    Reply
  5. Terimakasih untuk ulasan buku Happy Book for Happy Parent-nya. Karena aku sendiri jadi belajar setelah punya anak. Memang jadi kesannya terlambat ya.. Kaya “Let It Flow”.
    But,
    Aku sadar siapa diriku dan bagaimana diriku ketika menghadapi masalah demi masalah tuh ya.. saat punya anak. Dan ada banyak perenungan lain. Intinya, menjadi orangtua juga berproses. Semoga prosesnya gak berdasarkan hal yang SUDAH terjadi, tapi bisa memiliki ilmu dahulu sebelum amal.

    Reply
  6. Sampai saat ini masih saja aku terus belajar mengenali siapa diriku ini, Mah. Urusan luar kita itu banyak sekali, tapi yang terpenting kalau aku sudah tahu apa yang ada dalam diriku, untuk menghandle urusan luar, insyaAllah lebih mudah ya, Mah.

    Apalagi kalau sudah menjadi istri sekaligus Ibu, urusannya akan semakin bertambah. Kalau belum tahu apa yang ada dalam diri bagaimana bisa mengurus dengan baik yang ada di luar diri?

    Bukunya bagus sepertinya euy😍

    Reply
  7. Semenjak menjadi orang tua, saya yang lebih banyak belajar dari anak. Masih PR banget bersama suami untuk saling mengelola emosi. Makasih ulasan bukunya, Mbak. Isinya daging banget kayaknya, bisa jadi wishlist buku selanjutnya

    Reply
  8. jleb banget mbak, beda ya mendengar dan mendengarkan, hiks aku sudah mendengarkan anak-anak atau belum ya
    tsunami info ini kadang membuat oleng juga, balik ke Allah aja deh, semoga dimudahkan

    Reply
  9. Wah baca review ini, aku jadi pengen baca bukunya juga
    Sebenarnya anak nggak butuh orang tua yang sempurna ya mbak
    Anak hanya ingin punya orang tua yang bahagia, agar mereka pun bisa tumbuh bahagia

    Reply
  10. Alhamdulillah
    Makin banyak buku bertema parenting yg “manusiawi” alias enggak too good to be true, memahami dan membantu ortu agar bahagia demi anak2 tumbuh dgn mental juara

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

You cannot copy content of this page